Menjadi apa yang dicita-citakan, memang tak semudah menggoreskankannya pada catatan masa kecil kita. saat ditanya,”kamu kalo besar mau jadi apa?”, dengan mudahnya mulut kecil ini menjawab, “pramugari”, profesi yang dianggap memiliki tingkatan status lebih tinggi. padahal dulu aku kurus dan ceking, jauh dari kriteria pramugari yang mengutamakan penampilan fisik luar biasa. namun, sedikit demi sedikit asa itu membias ditengah realitas hidupku. hingga akhirnya, cita-cita kecil yang semu itu hanya akan mengisi kamus hidupku yang berdebu. aku membiarkan angan-angan itu menari-nari diatas kepala ini. bukan niat meninggalkannya begitu saja, tapi mencoba berbelok arah, mencari relevansi kehidupan. aku lahir dari keluarga sederhana, yang kiranya tak mampu membawaku melambung tinggi membawa asa itu. tapi akau tak mau menjadikannya tembok penghalang bagi sebuah kesuksesan. sudah banyak cerita yang terkumpul untuk menjelaskan bahwa kesuksesan seseorang bukan datang dari kemewahan. itulah yang mendorong semangat ku untuk terus mencari celah penghidupan.
dibawah cahaya lampu yang temaram, sinar media bergerak juga meradu ramu menyemarakkan malam penuh kebersamaan. aku dan keluarga kecilku, menikmati obrolan beberapa orang yang tak ku kenal dilayar warna itu. entah mengapa, obrolan mereka membawa aku pada satu keadaan, aku ingin seperti mereka. nampaknya perasaan itu tidak hanya menghampiri pandangku, orangtuaku pun demikian. suara lembutnya, memecah ditengah keredupan malam bercampur dengan obrolan dilayar tadi, “bisakah kamu seperti itu?”. tersentil aku sambil mengarah lembut ke sumber suara tadi. entah ini hanya intermezzo atau pengaharapan yang memuncah?, aku tersenyum sambil menjawab, “kenapa tidak!!!”, meyakin sekaligus mengharap, ini sebuah doa dariku dan dari suara lembut tadi.
denting jarum jam tak mau kompromi, senyap merayap didinginnya malam, mengahantar keluarga bahagia ini terlelap satu persatu. tapi tidak bagi aku. sedikit menghayal dan merefleksi obrolan malam tadi, aku ditemani bunyi kipas angin yang mendesir. tantangan, harapan, atau hanya sekedar tanya yang mendera?
tiga tahun, penantian hidup ini menemui muaranya. bisa atau tidak, mau atau tidak, ini pilihan hidup. refleksi obrolan malam itu, tak pernah pudar di makan waktu yang cukup panjang. kini aku berada pada titik kemandirian, pandangan hidup yang ingin ku bangun sejak dulu, tanpa atau dengan tuntutan orangtuaku. jika tantangan, harapan dan tanya mereka kembali terlontar, kini aku bisa menjawabnya. inilah aku, dengan profesi baruku yang lahir dari obrolan malam yang memanja. jika malam itu kan terulang, aku tak bisa bayangkan..hal apa yang akan lahir dari jiwa yang tak pernah puas ini.
terimakasih ayah..terimakasih bunda..engkau membangkitkan semangat jiwa manja ini. jika ini memang jalanNya, aku akan berjalan di atas bara kehidupan yang ketir…
Bloggers/181010/21:42wita
Perlu sebuah letupan emosi yang jernih dan penuh emansipasi, ketika kita hendak mengguratkan dengan jelas alur kehidupan kita ke depan.
Letupan yang membuat kita bisa melihat dengan jelas, apa yang ada di dalam, apa yang ada di luar dan bagaimana menyambungnya dengan tali harapan dan impian.